LANDASAN DALAM PENDIDIKAN



LANDASAN DALAM PENDIDIKAN

Surakman

 

PENDAHULUAN

        1.1  Latar Belakang

Praktek pendidikan diupayakan pendidik dalam rangka memfasilitasi peserta didik agar mampu mewujudkan diri sesuai kodrat dan martabat kemanusiaannya. Semua tindakan pendidik diarahkan kepada tujuan agar peserta didik mampu melaksanakan berbagai peranan sesuai dengan statusnya, berdasarkan nilai-nilai dan norma-norma yang diakui. Pendidikan berfungsi untuk memanusiakan manusia, bersifat normatif, dan karena itu mesti dapat dipertanggung jawabkan.

            Sehubungan dengan hal diatas, praktek pendidikan tidak boleh dilaksanakan secara sembarang, sebaliknya harus dilaksanakan secara didasari dan terencana. Artinya, praktek pendidikan harus memiliki suatu landasan yang kokoh, jelas dan tepat tujuannya, tepat isi kurikulumnya, dan efisien serta efektif cara-cara pelaksanaannya. Implikasinya, dalam rangka pendidikan mesti terdapat momen berpikir dan momen bertindak, mesti terdapat momen studi pendidikan dan momen praktek pendidikan. Sebelum melaksanakan praktek pendidikan, diantaranya mengenai landasan-landasannya. Sebab, landasan pendidikan akan menjadi titik tolak praktek pendidikan. Landasan pendidikan akan menjadi titik tolak dalam menetapkan tujuan pendidikan, memilih isi pendidikan, memilih cara-cara pendidikan, dst. Dengan demikian praktek pendidikan diharapkan menjadi mantap, sesuai dengan fungsi dan sifatnya, serta betul-betul akan dapat dipertanggungjawabkan.

     1.2  Tujuan

Tujuan penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut.

1.      Pemenuhan salah satu tugas mata kuliah Landasan Pendidikan;

2.      Memberikan informasi kepada khalayak mengenai Landasan Pendidikan;

3.      Sebagai bahan untuk direfleksikan dalam kehidupan dan pendidikan sehari-hari.

  

PEMBAHASAN

 

2.1  LANDASAN  PENDIDIKAN

Landasan diartikan sebagai alas, dasar, atau tumpuan. Adapun istilah landasan sebagai dasar. Mengacu kepada pengertian tersebut, kita dapat memahami bahwa landasan adalah suatu alas atau dasar pijakan dari sesuatu hal, suatu titik tumpu atau titik tolak dari sesuatu hal. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa landasan pendidikan adalah seperangkat asumsi yang dijadikan titik tolak dalam rangka pendidikan. Sebagaimana telah kita pahami, dalam pendidikan mesti terdapat momen studi pendidikan dan momen praktek pendidikan.

Landasan Pendidikan diperlukan dalam dunia pendidikan khususnya di negara kita Indonesia, agar pendidikan yang sedang berlangsung dinegara kita ini mempunyai pondasi atau pijakan yang sangat kuat karena pendidikan di setiap negara tidak sama.

Pendidikan memiliki landasan-landasan dalam pelaksanaannya. Hal ini penting mengingat bahwa pendidikan merupakan pilar utama terhadap pengembangan manusia dan masyarakat suatu bangsa tertentu. Beberapa landasan pendidikan diantaranya adalah sebagai berikut:

 

2.1.1     Landasan Filosofis

Landasan filosofis Pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari filsafat yang dijadikan titik tolak dalam pendidikan, meyangkut keyakianan terhadap hakekat manusia, keyakinan tentang sumber nilai, hakekat pengetahuan, dan tentang kehidupan yang lebih baik dijalankan. Aliran filsafat yang kita kenal sampai saat ini adalah Idealisme, Realisme, Perenialisme, Esensialisme, Pragmatisme dan Progresivisme dan Ekstensialisme

1.     ­Esensialisme

Esensialisme adalah mashab pendidikan yang mengutamakan pelajaran teoretik (liberal arts) atau bahan ajar esensial.

2.    Perenialisme

Perensialisme adalah aliran pendidikan yang megutamakan bahan ajaran konstan (perenial) yakni kebenaran, keindahan, cinta kepada kebaikan universal.

3.    Pragmatisme dan Progresifme

Prakmatisme adalah aliran filsafat yang memandang segala sesuatu dari nilai kegunaan praktis, di bidang pendidikan, aliran ini melahirkan progresivisme yang menentang pendidikan tradisional.

4.    Rekonstruksionisme

Rekonstruksionisme adalah mazhab filsafat pendidikan yang menempatkan sekolah/lembaga pendidikan sebagai pelopor perubahan masyarakat.

·      5.    Pancasila sebagai Landasan Filosofis Sistem Pendidkan Nasional

Asal 2 UU RI No.2 Tahun 1989 menetapkan bahwa pendidikan nasional berdasarkan pancasila dan UUD 1945. Sedangkan Ketetapan MPR RI No. II/MPR/1978 tentang P4 menegaskan pula bahwa Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat indonesia, kepribadian bangsa Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia, dan dasar negara Indonesia.[1]

 

2.1.2        Landasan Sosiologis Pendidikan

Dasar sosiologis berkenaan dengan perkembangan, kebutuhan dan karakteristik masayarakat. Sosiologi pendidikan merupakan analisis ilmiah tentang proses sosial dan pola-pola interaksi sosial di dalam sistem pendidikan. Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiologi pendidikan meliputi empat bidang:

1.     Hubungan sistem pendidikan dengan aspek masyarakat lain;

2.     Hubungan kemanusiaan;

3.     Pengaruh sekolah pada perilaku anggotanya;

4.     Sekolah dalam komunitas, yang mempelajari pola interaksi antara sekolah dengan kelompok sosial lain di dalam komunitasnya.

·           Masyarakat Indonesia sebagai Landasan Sosiologis Sistem Pendidikan Nasional

Perkembangan masyarakat Indonesia dari masa ke masa telah mempengaruhi sistem pendidikan nasional. Hal tersebut sangatlah wajar, mengingat kebutuhan akan pendidikan semakin meningkat dan kompleks.

Berbagai upaya pemerintah telah dilakukan untuk menyesuaikan pendidikan dengan perkembangan masyarakat terutama dalam hal menumbuhkembangkan Ke-Bhineka tunggal Ika-an, baik melalui kegiatan jalur sekolah (umpamanya dengan pelajaran PPKn, Sejarah Perjuangan Bangsa, dan muatan lokal), maupun jalur pendidikan luar sekolah (penataran P4, pemasyarakatan P4 nonpenataran).

 

2.1.3        Landasan Kultural Pendidikan

Kebudayaan dan pendidikan mempunyai hubungan timbal balik, sebab kebudayaan dapat dilestarikan/ dikembangkan dengan jalur mewariskan kebudayaan dari generasi ke generasi penerus dengan jalan pendidikan, baik secara formal maupun informal.

Anggota masyarakat berusaha melakukan perubahan-perubahan yang sesuai dengan perkembangan zaman sehingga terbentuklah pola tingkah laku, nlai-nilai, dan norma-norma baru sesuai dengan tuntutan masyarakat. Usaha-usaha menuju pola-pola ini disebut transformasi kebudayaan. Lembaga sosial yang lazim digunakan sebagai alat transmisi dan transformasi kebudayaan adalah lembaga pendidikan, utamanya sekolah dan keluarga.

·         Kebudayaan sebagai Landasan Sistem Pendidkan Nasional

Pelestarian dan pengembangan kekayaan yang unik di setiap daerah itu melalui upaya pendidikan sebagai wujud dari ke-Bhineka Tunggal Ika-an masyarakat dan bangsa Indonesia. Hal ini haruslah dilaksanakan dalam kerangka pemantapan kesatuan dan persatuan bangsa dan negara indonesia sebagai sisi ketunggal-ikaan.

 

 

2.1.4        Landasan Psikologis Pendidikan

Dasar psikologis berkaitan dengan prinsip-prinsip belajar dan perkembangan anak. Pemahaman etrhadap peserta didik, utamanya yang berkaitan dengan aspek kejiwaan merupakan salah satu kunci keberhasilan pendidikan. Oleh karena itu, hasil kajian dan penemuan psikologis sangat diperlukan penerapannya dalam bidang pendidikan.

Sebagai implikasinya pendidik tidak mungkin memperlakukan sama kepada setiap peserta didik, sekalipun mereka memiliki kesamaan. Penyusunan kurikulum perlu berhati-hati dalam menentukan jenjang pengalaman belajar yang akan dijadikan garis-garis besar pengajaran serta tingkat kerincian bahan belajar yang digariskan.

·         Perkembangan Peserta Didik sebagai Landasan Psikologis

Pemahaman tumbuh kembang manusia sangat penting sebagai bekal dasar untuk memahami peserta didik dan menemukan keputusan dan atau tindakan yang tepat dalam membantu proses tumbuh kembang itu secara efektif dan efisien.

 

2.1.5        Landasan Historis Pendidikan

Sejarah atau history adalah keadaan masa lampau dengan segala macam kejadian atau kegiatan yang didasari oleh konsep-konsep tertentu. Sejarah penuh dengan informasi-informasi yang mengandung kejadian, model, konsep, teori, praktik, moral, cita-cita, bentuk dan sebagainya.[2]

Landasan sejarah atau historis Pendidikan Nasional Indonesia merupakan pandangan ke masa lalu. Pandangan ini melahirkan studi- studi historis tentang proses perjalanan pendidikan nasional Indonesia yang terjadi pada periode tertentu di masa yang lampau.

SEJARAH PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DI INDONESIA

Pendidikan di Indonesia memiliki sejarah yang cukup panjang. Pendidikan itu telah ada sejak zaman kuno/purba yang dimulai dengan zaman pengaruh agama Hindu dan Budha, zaman pengaruh Islam, zaman penjajahan, dan zaman merdeka (Asfar, 2020: 125).

Berikut ini adalah uraian dan rincian perjalanan sejarah pendidikan Indonesia:

·      Zaman Purba

Pendidikan pada zaman ini dimulai dari kepercayaan yang dianut masyarakat antara lain animisme dan dinamisme.

·      Zaman Pengaruh Hindu dan Budha

Hinduisme and Budhisme datang ke Indonesia sekitar abad ke-5. Hinduisme dan Budhisme merupakan dua agama yang berbeda, namun di Indonesia keduanya memiliki kecenderungan sinkretisme, yaitu keyakinan mempersatukan figur Syiwa dengan Budha sebagai satu sumber Yang Maha Tinggi. Motto pada lambang Negara Indonesia yaitu Bhinneka Tunggal Ika, secara etimologis berasal dari keyakinan tersebut.

Jika kita mengamati sejarah tentang borobudur merupakan warisan sejarah yang bisa kita gunakan sebagai perbandingan perkembangan pendidikan pada masa itu dengan masa sekarang. Borobudur adalah candi budha terbesar pada abad 9, yang berukuran 123 X 123 meter serta terdiri dari 1.460 relief dan 504 stupa. Borobudur setelah dibangun 3 abad sebelum Angkor Wat di Kamboja dan 4 abad sebelum Katedral Agung di Eropa ini.

Berdasarkan keterangan di atas Borobudur merupakan tonggak sejarah terbesar bagi Indonesia, karena pada saat itu (abad 9) bisa dikatakan Indonesia menjadi negara number one. Jika ditinjau dari segi pembuatannya, maka akan muncul asumsi tentang jumlah tenaga yang digunakan (berhubungan dengan manajemen) dan arsitekturnya. Padahal pada masa itu sumber belajarnya hanya berupa orang tidak seperti sekarang yang sumber belajarnya tidak hanya berupa orang, tetapi ada buku, TV, radio, HP, komputer (laptop), dan internet. Seharusnya pada saat ini justru kita harus lebih baik lagi dan lebih maju dari pada abad 9 tersebut yang belum ada pendidikan manajemen dan pendidikan arsitek.

·         Zaman Pengaruh Islam (Tradisional)

a)   Awal masuknya Agama Islam di Indonesia

     Agama islam yang dibawa oleh pedagang dari Persia dan Gujarat ke Indonesia. Agama Islam mudah tersebar karena agama Islam dapat bersatu dengan kebudayaan Indonesia. Keduanya dapat saling membantu dan saling mempengaruhi. Agama Islam besar sekali pengaruhnya di dalam mendidik rakyat jelata. Berbeda dengan Agama Hindu dan Budha, Agama Islam menyiarkan Agamanya mulai dari bawah/dari rakyat biasa. Para Ulama sangat dekat dengan rakyat biasa, mereka bisa hidup bersama dengan rakyat biasa. Bentuk pendidikan yang Islam ada 3 macam, yaitu di Langgar, Pesantren, dan Madrasah.

b)   Bentuk pendidikan pada awal penyebaran agama islam di Indonesia

1.   Di langgar

Merupakan tempat pendidikan agama islam permulaan. Yang dipentingkan ialah membaca dan menulis huruf arab. Pengajaran berlangsung secara secara Individual, artinya seorang guru mengajar seorang anak.

2.   Pendidikan di pesantren

Tempat pengajaran Agama Islam yang lebih lanjut dan lebih mendalam ada di pesantren. Pengetahuan yang diberikan ada 3 bidang yaitu: agama; ilmu pengetahuan; keterampilan.

3.   Pendidikan Madrasah

Pada madrasah guru-guru diperkenankan menerima balasan jasa dalam bentuk uang (gaji). Lembaga pendidikan ini lebih menekankan pada pemberian ilmu pengetahuan umum disamping pelajaran agama. Pendidikan Madrasah diatur berjenjang sejajar dengan pendidikan dasar dan menengah seperti sekarang ini. Jenjang ini adalah

1. Tingkat TK : Bustanul

2. Tingkat SD : Ibtidaiyah

3. Tingkat SMP : Tsanawiyah

4. Tingkat SMA : Aliyah

 

4.   Wali Sanga

Wali adalah sahabat Allah, yaitu orang yang dicintai oleh Allah serta memiliki pengetahuan agama islam yang mendalam. Wali merupakan orang yang pintar, ahli agama, dan filsafat hidupnya dicurahkan untuk agama, tidak mementingkan dunia materi. Tugas utamanya adalah sebagai penyebar agama. Selain sebagai penyiar agama, ia juga menjadi pelopor dalam usaha memajukan kehidupan rakyat.

·         Zaman Pengaruh Nasrani (Katholik dan Kristen)

Bangsa Portugis pada abad ke-16 bercita-cita menguasai perdagangan dan perniagaan Timur-Barat dengan cara menemukan jalan laut menuju dunia Timur serta menguasai bandar-bandar dan daerah-daerah strategis yang menjadi mata rantai perdagaan dan perniagaan.

Di samping mencari kejayaan (glorious) dan kekayaan (gold), bangsa Portugis datang ke Timur (termasuk Indonesia) bermaksud pula menyebarkan agama yang mereka anut, yakni Katholik (gospel). Pada akhirnya pedagang Portugis menetap di bagian timur Indonesia tempat rempah-rempah itu dihasilkan. Namun kekuasaan Portugis melemah akibat peperangan dengan raja-raja di Indonesia dan akhirnya dilenyapkan oleh Belanda pada tahun 1605 (Nasution, 2008: 4). Dalam setiap operasi perdagangan, mereka menyertakan para paderi misionaris Paderi yang terkenal di Maluku, sebagai salah satu pijakan Portugis dalam menjalankan misinya, adalah Franciscus Xaverius dari orde Jesuit.

Orde ini didirikan oleh Ignatius Loyola (1491-1556) dan memiliki tujuan yaitu segala sesuatu untuk keagungan yang lebih besar dari Tuhan (Mudyahardjo, 2008: 243). Yang dicapai dengan tiga cara: memberi khotbah, memberi pelajaran, dan pengakuan. Orde ini juga mempunyai organisasi pendidikan yang seragam: sama di mana pun dan bebas untuk semua. Xaverius memandang pendidikan sebagai alat yang ampuh untuk penyebaran agama, Nasution dalam Rohmawati (2008).

Sedangkan pengaruh Kristen berasal dari orang-orang Belanda yang datang pertama kali tahun1596 di bawah pimpinan Cornelis de Houtman dengan tujuan untuk mencari rempah-rempah. Untuk menghindari persaingan di antara mereka, pemerintah Belanda mendirikan suatu kongsi dagang yang disebut VOC (vreenigds Oost Indische Compagnie) atau Persekutuan Dagang Hindia Belanda tahun 1602 (Mudyahardjo, 2008: 245).

Sikap VOC terhadap pendidikan adalah membiarkan terselenggaranya Pendidikan Tradisional di Nusantara, mendukung diselenggarakannya sekolah-sekolah yang bertujuan menyebarkan agama Kristen. Kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh VOC terutama dipusatkan di bagian timur Indonesia di mana Katholik telah berakar dan di Batavia (Jakarta), pusat administrasi kolonial. Tujuannya untuk melenyapkan agama Katholik dengan menyebarkan agama Kristen Protestan, Calvinisme (Nasution, 2008: 4-5).

·      Zaman Kolonial Belanda

Tujuan bangsa Belanda ke Indonesia juga sama dengan bangsa Spanyol dan Portugis. Belanda mendirikan sekolah-sekolah yang tidak hanya mengjarkan agama saja, tetapi juga mengajarkan pengetahuan umum. Sekolah-sekolah banyak didirikan di Pulau Ambon, Ternate, dan Bacan (Maluku). Sekolah-sekolah ini tidak hanya mengajarkan khusus agama saja, tetapi juga mengejarkan pengetahuan umum. Bahasa pengantar yang dipergunakan adalah bahasa Melayu dan Belanda. Selain itu mereka juga mendirikan sekolah untuk calon pegawai VOC. Sekolah ini didirikan di Ambon dan Jakarta.[3]

Meskipun sekolah-sekolah telah banyak berdiri, tetapi secara vormal, sekolah-sekolah itu tidak didirikan atas nama VOC, tetapi didirikan oleh orang-orang dari kalangan agama, yaitu agama Kristen Protestan. Keuntungan besar dari sekolah ini adalah setelah kita mencapai kemerdekaan dimana kebutuhan akan pendidikan sangat diperlukan. Sebagian besar penduduk di Indonesia bagian timur sudah tidak mengalami tuna aksara. Ini karena telah lama penduduk Indonesia bagian timur telah mengenal pendidikan/sekolah.

Oleh karena itu, kurikulum sekolah mengalami perubahan radikal dengan masuknya ide-ide liberal tersebut yang bertujuan mengembangkan kemampuan intelektual, nilai-nilai rasional dan sosial. Pada awalnya kurikulum ini hanya diterapkan untuk anak-anak Belanda selama setengah abad ke-19.

Sejak dijalankannya Politik Etis ini tampak kemajuan yang lebih pesat dalam bidang pendidikan selama beberapa dekade. Pendidikan yang berorientasi Barat ini meskipun masih bersifat terbatas untuk beberapa golongan saja, antara lain anak-anak Indonesia yang orang tuanya adalah pegawai pemerintah Belanda, telah menimbulkan elite intelektual baru.

Golongan baru inilah yang kemudian berjuang merintis kemerdekaan melalui pendidikan. Perjuangan yang masih bersifat kedaerahan berubah menjadi perjuangan bangsa sejak berdirinya Budi Utomo pada tahun 1908 dan semakin meningkat dengan lahirnya Sumpah Pemuda tahun 1928. Setelah itu tokoh-tokoh pendidik lainnya adalah Mohammad Syafei dengan Indonesisch Nederlandse School-nya, Ki Hajar Dewantara dengan Taman Siswa-nya, dan Kyai Haji Ahmad Dahlan dengan Pendidikan Muhammadiyah-nya yang semuanya mendidik anak-anak agar bisa mandiri dengan jiwa merdeka (Pidarta, 2008: 125-33).

·      Zaman Kolonial Jepang

Perjuangan bangsa Indonesia dalam masa penjajahan Jepang tetap berlanjut sampai cita-cita untuk merdeka tercapai. Walaupun bangsa Jepang menguras habis-habisan kekayaan alam Indonesia, bangsa Indonesia tidak pantang menyerah dan terus mengobarkan semangat 45 di hati mereka.

Meskipun demikian, ada beberapa segi positif dari penjajahan Jepang di Indonesia. Di bidang pendidikan, Jepang telah menghapus dualisme pendidikan dari penjajah Belanda dan menggantikannya dengan pendidikan yang sama bagi semua orang. Selain itu, pemakaian bahasa Indonesia secara luas diinstruksikan oleh Jepang untuk di pakai di lembaga-lembaga pendidikan, di kantor-kantor, dan dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini mempermudah bangsa Indonesia untuk merealisasi Indonesia merdeka. Pada tanggal 17 Agustus 1945 cita-cita bangsa Indonesia menjadi kenyataan ketika kemerdekaan Indonesia diproklamasikan kepada dunia.

Sekolah-sekolah yang ada pada jaman Belanda semenjak Jepang datang ke Indonesia diganti dengan sistem Jepang. Murid hanya mendapat pengetahuan sedikit, dan hampir sepanjang hari hanya diisi dengan kegiatan latihan perang atau bekerja. Sistem sekolah di masa Jepang banyak berbeda dengan penjajahan Belanda

1.   Sekolah Jepang terbuka untuk semua golongan penduduk, lama belajar 6 tahun, bahasa pengantarnya adalah bahasa Daerah dan bahasa Melayu.

2.   Sekolah menengah dibagi menjadi dua, yaitu Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Tinggi (SMT) masing-masing pendidikan 3 tahun.

3.   Sekolah kejuruan masih ada, yaitu Sekolah Pertukangan dan Sekolah TeknikMenengah.

4.   Sekolah guru banyak didirikan

Ada tiga macam sekolah guru

1. Sekolah guru 2 tahun = Sjootoo Sihan Gakoo

2. Sekolah Guru Menengah 4 tahun = Guutoo Sihan Gakko

3. Sekolah Guru Tinggi 6 tahun = Kooto Sihan Gakko

Pelajaran yang diberikan meliputi: Sejarah, Ilmu Bumi, Bahasa Indonesia (Melayu), adat istiadat, Bahasa Jepang, dan Kebudayaan Jepang.

·      Zaman Kemerdekaan (Awal)

Setelah Indonesia merdeka, perjuangan bangsa Indonesia tidak berhenti sampai di sini karena gangguan-gangguan dari para penjajah yang ingin kembali menguasai Indonesia datang silih berganti sehingga bidang pendidikan pada saat itu bukanlah prioritas utama karena konsentrasi bangsa Indonesia adalah bagaimana mempertahankan kemerdekaan yang sudah diraih dengan perjuangan yang amat berat.

Tujuan pendidikan belum dirumuskan dalam suatu undang-undang yang mengatur pendidikan. Sistem persekolahan di Indonesia yang telah dipersatukan oleh penjajah Jepang terus disempurnakan. Namun dalam pelaksanaannya belum tercapai sesuai dengan yang diharapka bahkan banyak pendidikan di daerah-daerah tidak dapat dilaksanakan karena faktor keamanan para pelajarnya. Di samping itu, banyak pelajar yang ikut serta berjuang mempertahankan kemerdekaan sehingga tidak dapat bersekolah.

·      Zaman ‘Orde Lama’

Setelah gangguan-gangguan itu mereda, pembangunan untuk mengisi kemerdekaan mulai digerakkan. Pembangunan dilaksanakan serentak di berbagai bidang, baik spiritual maupun material.

Setelah diadakan konsolidasi yang intensif, sistem pendidikan Indonesia terdiri atas: Pendidikan Rendah, Pendidikan Menengah, dan Pendidikan Tinggi. Dan pendidikan harus membimbing para siswanya agar menjadi warga negara yang bertanggung jawab. Sesuai dengan dasar keadilan sosial, sekolah harus terbuka untuk tiap-tiap penduduk negara.

Di samping itu, Pendidikan Nasional zaman ‘Orde Lama’ adalah pendidikan yang dapat membangun bangsa agar mandiri sehingga dapat menyelesaikan revolusinya baik di dalam maupun di luar; pendidikan yang secara spiritual membina bangsa yang ber-Pancasila dan melaksanakan UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Kepribadian Indonesia, dan merealisasikan ketiga kerangka tujuan Revolusi Indonesia sesuai dengan Manipol yaitu membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia berwilayah dari Sabang sampai Merauke, menyelenggarakan masyarakat Sosialis Indonesia yang adil dan makmur lahir-batin, melenyapkan kolonialisme, mengusahakan dunia baru, tanpa penjajahan, penindasan dan penghisapan, ke arah perdamaian, persahabatan nasional yang sejati dan abadi (Mudyahardjo, 2008: 403).

·   Zaman ‘Orde Baru’

Orde Baru dimulai setelah penumpasan G-30S pada tahun 1965 dan ditandai oleh upaya melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Haluan penyelenggaraan pendidikan dikoreksi dari penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh Orde Lama yaitu dengan menetapkan pendidikan agama menjadi mata pelajaran dari sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi.

Di samping itu, dikembangkan kebijakan link and match di bidang pendidikan. Konsep keterkaitan dan kepadanan ini dijadikan strategi operasional dalam meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan pasar (Pidarta, 2008: 137-38). Inovasi-inovasi pendidikan juga dilakukan untuk mencapai sasaran pendidikan yang diinginkan. Sistem pendidikannya adalah sentralisasi dengan berpusat pada pemerintah pusat.

Namun demikian, dalam dunia pendidikan pada masa ini masih memiliki beberapa kesenjangan. Buchori (Dalam Pidarta 2008: 139-140) mengemukakan beberapa kesenjangan, yaitu (1) kesenjangan okupasional (antara pendidikan dan dunia kerja), (2) kesenjangan akademik (pengetahuan yang diperoleh di sekolah kurang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari), (3) kesenjangan kultural (pendidikan masih banyak menekankan pada pengetahuan klasik dan humaniora yang tidak bersumber dari kemajuan ilmu dan teknologi), dan (4) kesenjangan temporal (kesenjangan antara wawasan yang dimiliki dengan wawasan dunia terkini).

Namun demikian keberhasilan pembangunan yang menonjol pada zaman ini adalah (1) kesadaran beragama dan kenagsaan meningkat dengan pesat, (2) persatuan dan kesatuan bangsa tetap terkendali, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga meningkat (Pidarta, 2008: 141).

·      Zaman ‘Reformasi’

Selama Orde Baru berlangsung, rezim yang berkuasa sangat leluasa melakukan hal-hal yang mereka inginkan tanpa ada yang berani melakukan pertentangan dan perlawanan, rezim ini juga memiliki motor politik yang sangat kuat yaitu partai Golkar yang merupakan partai terbesar saat itu. Hampir tidak ada kebebasan bagi masyarakat untuk melakukan sesuatu, termasuk kebebasan untuk berbicara dan menyaampaikan pendapatnya.

Begitu Orde Baru jatuh pada tahun 1998 masyarakat merasa bebas bagaikan burung yang baru lepas dari sangkarnya yang telah membelenggunya selama bertahun-tahun. Masa Reformasi ini pada awalnya lebih banyak bersifat mengejar kebebasan tanpa program yang jelas. Sementara itu, ekonomi Indonesia semakin terpuruk, pengangguran bertambah banyak, demikian juga halnya dengan penduduk miskin. Korupsi semakin hebat dan semakin sulit di berantas.

 

2.1.6        Inovasi Pendidikan

Inovasi secara etimologis berasal dari bahasa Latin innovation. Ini berarti pembaruan atau perubahan. Kata kerja innovo berarti memperbarui dan mengubah. Inovasi adalah perubahan baru untuk perbaikan, berbeda dari perubahan sebelumnya, atau perubahan sebelumnya yang disengaja, dan direncanakan. Ada perbedaan dan persamaan dalam perubahan dan pemutakhiran istilah.

Kata “baru” juga dapat berarti bahwa penerima inovasi baru saja memahami, menerima, atau mengimplementasikannya, meskipun bukan hal baru bagi orang lain. Namun, tidak semua yang baru cocok untuk semua situasi, kondisi, dan lokasi. Termasuk dalam inovasi pendidikan. Lalu apa itu inovasi pendidikan?

Inovasi pendidikan menurut Ibrahim (1988) adalah inovasi untuk memecahkan masalah pendidikan. Oleh karena itu, inovasi pendidikan dirasakan atau diamati sebagai sesuatu yang baru bagi individu atau sekelompok orang (masyarakat) dalam bentuk intervensi (penemuan baru) atau penemuan (newly found people) yang digunakan untuk mencapai pendidikan berupa gagasan, objek, dan metode untuk menyelesaikan tujuan atau masalah pendidikan nasional.

Inovasi adalah penemuan suatu hal yang sama sekali baru yang merupakan hasil ciptaan manusia. Setelah itu, penemuan sesuatu (objek) yang sebelumnya tidak ada dilakukan dengan penciptaan bentuk baru. Discovery sebenarnya merupakan penemuan (objek) yang sudah ada sejak lama, namun belum diketahui manusia. Oleh karena itu, inovasi merupakan upaya untuk menemukan objek baru dengan melakukan kegiatan penemuan.

Ketika kita berbicara tentang inovasi (pembaruan), kita ingat dua istilah, yakni invention dan discovery. Invention adalah penemuan sesuatu yang benar-benar baru dari hasil kerja manusia. Dalam konteks ini, Ibrahim (1989) menyatakan bahwa inovasi adalah suatu penemuan yang dapat dianggap baru bagi ide, objek, peristiwa, individu atau kelompok orang (masyarakat). Inovasi dapat merupakan hasil dari suatu penemuan atau discovery. Inovasi dilakukan untuk tujuan tertentu atau untuk memecahkan suatu masalah.

Proses dan tahapan perubahan pada pendidikan berkaitan dengan pengembangan, diseminasi, perencanaan, rekrutmen, implementasi, dan evaluasi. Contohnya sebuah “model top-down” yang merupakan sebuah inovasi pendidikan yang diciptakan oleh pihak tertentu sebagai pimpinan atau supervisor dan diterapkan pada bawahan seperti Inovasi pendidikan yang telah dilaksanakan Kemendiknas selama ini. Kedua “bottom-up model” tersebut merupakan model inovasi yang diperoleh, dibuat dan dilaksanakan dari bawah untuk meningkatkan penyelenggaraan dan mutu pendidikan.

Sasaran Dari Inovasi Pendidikan

Dalam penerapannya, inovasi pendidikan memiliki sasaran atau bentuk yang terkena dampaknya, seperti berikut ini:

·         Guru

Sasaran utamanya adalah guru. Sebagai seorang pendidik, guru berada di garda terdepan dalam memastikan kelangsungan belajar siswa di kelas. Keahlian pendidikan guru pasti akan mengubah pengetahuan dan moral siswa. Berikut ini adalah langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh guru perubahan atau inovasi:

1.   Membuat rencana pelajaran

2.   Melaksanakan pembelajaran

3.   Menangani tugas administrasi

4.   Menjalin komunikasi yang baik

5.   Meningkatkan keterampilan pendidikan

6.   Mengembangkan keterampilan siswa

·         Siswa

Siswa adalah tujuan utama pendidikan. Nilai siswa dapat dijadikan sebagai tolak ukur keberhasilan proses pembelajaran. Namun, siswa perlu dilibatkan dalam inovasi, meskipun hanya dilakukan dalam bentuk rujukan, seperti belajar dari inovasi atau mengkomunikasikan pengetahuan yang diperoleh antar siswa.

·         Kurikulum

Kurikulum merupakan pedoman bagi guru untuk belajar. Oleh karena itu, segala inovasi yang diterapkan di sekolah harus terlebih dahulu diselaraskan dengan kurikulum. Tanpa kurikulum, inovasi tidak dapat mencapai tujuannya. Inovasi kurikulum dapat diartikan sebagai gagasan untuk menciptakan kurikulum baru dengan memaksimalkan potensi pemecahan masalah.

·         Fasilitas

Inovasi fasilitas sekolah tidak bisa diabaikan begitu saja. Tanpa peralatan yang memadai, pembelajaran tidak akan bermanfaat. Contoh inovasi fasilitas sekolah antara lain menyiapkan ruang baca di ruang kelas, membangun lapangan basket, dan melengkapi peralatan eksperimen.

·         Masyarakat

Masyarakat secara tidak langsung menjadi sasaran inovasi. Mengapa demikian? Inovasi memiliki dampak langsung pada siswa. Sekarang, para siswa yang berpartisipasi dalam lingkungan masyarakat secara langsung. Oleh karena itu, masyarakat dapat menjadi faktor yang perlu diperhatikan dalam inovasi.

Bentuk- Bentuk Inovasi Pendidikan Dan Contoh Inovasi Pendidikan

1.   Model top-down

Model top-down adalah model inovasi pendidikan yang dibuat atau diciptakan oleh atasan dan ditujukan kepada bawahan. Misalnya, inovasi-inovasi yang diciptakan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Olahraga, Iptek, dan menyasar semua lembaga pendidikan yang didukungnya. Penerapan inovasi ini dapat dilakukan dengan ajakan, saran, atau bahkan sedikit paksaan.

2.   Model dari bawah ke atas

Model bottom-up adalah model inovasi pendidikan yang diciptakan dari bawah untuk menjamin dan meningkatkan mutu pendidikan. Inovasi ini tergolong inovasi yang berkesinambungan dan tidak mudah berhenti. Salah satu contohnya adalah inovasi sekolah dan guru untuk mendukung pembelajaran di sekolah dan ruang kelas seperti berikut ini:

3.   Yel Yel

Yel Yel ini biasanya terjadi sebelum kelas dimulai dan guru didorong untuk mengucapkan beberapa nyanyian yang diajarkan kepada siswa. Menggunakan yelyel dapat menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan dan membangun hubungan yang erat antara guru dan siswa, dan siswa dengan siswa.

4.   Penghargaan Atau Reward

Dengan pengalaman di bidang ini, anak-anak yang lebih muda (PAUD, SD) sangat senang ketika prestasi belajar mereka dievaluasi dan diakui oleh guru. Penghargaan itu sendiri dapat dimaknai sebagai sarana pendidikan dalam rangka mengkoordinir kesejahteraan siswa. Tujuannya adalah mendorong siswa untuk belajar lebih aktif dan mengenalkan kompetisi yang sehat antar siswa untuk meningkatkan kinerja.

Kendala Pada Inovasi Pendidikan

Keterbatasan yang mempengaruhi keberhasilan dalam inovasi pendidikan adalah seperti berikut ini:

1.      Perkiraan inovasi yang tidak akurat

2.      Konflik dan motif tidak sehat

3.      Berbagai faktor pendukung yang lemah menyebabkan belum berkembangnya inovasi yang dihasilkan

4.      Perbendaharaan (Keuangan)

5.      Penolakan kelompok tertentu dari hasil inovasi

6.      Hubungan sosial dan kurangnya publikasi

Guru, pengelola, dan pelindung untuk menghindari masalah di atas, terutama untuk mengubah sikap dan perilaku terhadap perubahan di sekolah yang sedang berkembang sehingga perubahan dan reformasi diharapkan berhasil. Beberapa alasan mengapa inovasi sering ditolak atau ditolak oleh pelaksana inovasi lapangan atau sekolah adalah sebagai berikut:

·         Sekolah atau guru tidak terlibat dalam perencanaan, desain, atau bahkan implementasi inovasi. Pastikan bahwa ide dan inovasi baru tidak dianggap milik guru atau sekolah, dan milik orang lain yang tidak perlu dilaksanakan karena tidak sesuai dengan keinginan dan kondisi sekolah.

·         Guru telah menggunakan sistem atau metode selama bertahun-tahun dan tidak ingin mengubahnya, jadi dia ingin mempertahankan sistem atau metode yang ada. Selain itu, sistem yang mereka miliki dianggap sebagai keamanan atau kepuasan oleh mereka dan sesuai dengan ide-ide mereka. Guru masih mempertahankan sistem yang ada.

·         Inovasi baru dari pihak lain, terutama Pusat (khususnya Kemendiknas), belum sepenuhnya mempertimbangkan kebutuhan dan kondisi guru dan siswa. Hal ini juga diungkapkan oleh Munro (1987: 36), yang menyatakan bahwa “kesenjangan antara niat dan praktik guru merupakan hambatan utama bagi keberhasilan program inovatif”.

·         Inovasi yang diperkenalkan dan diimplementasikan dari Pusat adalah semua trend proyek yang ditentukan oleh Pencipta Inovasi Pusat. Inovasi ini dapat dihentikan ketika proyek selesai, atau ketika keuangan dan keuangan habis. Oleh karena itu, sekolah dan guru terpaksa melakukan perubahan atas permintaan inovator pusat dan tidak memiliki kewenangan untuk mengubahnya.

·         Kekuatan dan kekuasaan pusat begitu besar sehingga sekolah dan guru dapat ditekan untuk mewujudkan keinginan pusat, yang mungkin belum tentu sesuai dengan keinginan atau keadaan sekolah.

 

 

PENUTUP

 

3.1  Kesimpulan

Kualitas sumber daya manusia sangat dipengaruhi oleh pendidikan. Dengan demikian, bidang dunia pendidikan adalah bidang menjadi tulang punggung pelaksanaan pembangunan nasional. Landasan pendidikan pun tidak bias dikesampingkan peranannya, karena landasan pendidikan yang mengatur seluk beluk pendidikan itu sendiri.

Berbagai tinjauan tentang landasan pendidikan yang terdiri dari landasan filosopis, landasan sosiologis, landasan cultural, landasan psikologis, landasan ilmiah dan teknologis dan landasan hokum/yuridis pendidikan merupakan dasar pendidikan yang harus diketahui oleh para pelaku pendidikan khususnya di Indonesia.

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Asfar, A.M.Irfan Taufan, A.M.Iqbal Akbar Asfar, Andi Hasryningsih Asfar, and Ady Kurnia, ‘Landasan Pendidikan: Hakikat Dan Tujuan Pendidikan (Foundation of Education: Essence and Educational Objectives)’, Researchgate, 2.January (2020) <https://doi.org/10.13140/RG.2.2.22158.10566>

Junaid, Hamzah, Jurusan Pendidikan, Agama Islam, and A Pendahuluan, ‘234751481’, 7 (2012), 84–102

Yuniarti, Ira, Nyanyu Khodijah, and Ermis Suryana, ‘Analisis Kebijakan Pendidikan Agama Islam Di Sekolah Dan Madrasah’, Modeling, 9.1 (2022), 182–207 <http://jurnal.stitnualhikmah.ac.id/index.php/modeling/article/view/1148>

 



[1] Hamzah Junaid and others, ‘234751481’, 7 (2012), 84–102.

[2] A.M.Irfan Taufan Asfar and others, ‘Landasan Pendidikan: Hakikat Dan Tujuan Pendidikan (Foundation of Education: Essence and Educational Objectives)’, Researchgate, 2.January (2020) <https://doi.org/10.13140/RG.2.2.22158.10566>.

[3] Ira Yuniarti, Nyanyu Khodijah, and Ermis Suryana, ‘Analisis Kebijakan Pendidikan Agama Islam Di Sekolah Dan Madrasah’, Modeling, 9.1 (2022), 182–207 <http://jurnal.stitnualhikmah.ac.id/index.php/modeling/article/view/1148>.

Komentar