MADRASAH SEBAGAI PENDIDIKAN PILIHAN UNTUK SEMUA


 

MADRASAH SEBAGAI PENDIDIKAN

PILIHAN UNTUK SEMUA

Surakman

Abstrak

Sejak awal abad ke-20, madrasah mempunyai ciri mandiri lambat laun diterima oleh semua orang, merupakan salah satu pendidikan Islam yang memegang peranan penting dalam mengembangkan dan meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Namun keberadaannya yang 90% dikelola oleh rakyat membuat pengawasan berdasarkan keputusan Kementerian Agama sulit dilakukan. Dukungan pemerintah sangat penting untuk modernisasi sekolah. Sistem madrasah dikaitkan dengan identitas keislaman sekolah dalam menghadapi persaingan pendidikan di era globalisasi.

Kata Kunci: Pendidikan Islam, Madrasah, Pendidikan Berkualitas.

 

A.    Pendahuluan

Penelitian Karel Steenbrink tentang pendidikan Islam di pesantren, pesantren, dan pesantren (1986) bersifat sejarah. Dalam penelitiannya, Steenbrink  berhasil menggali sejarah perkembangan  lembaga pendidikan Islam khususnya poundren, kemudian  munculnya sekolah dan sekolah, serta dampak pengaruh sekolah dan kehadiran  sekolah terhadap sekolah. Salah satu dampak tersebut adalah munculnya kelompok-kelompok fungsional baru dalam komunitas Muslim, seperti “guru agama modern”, yang menjalankan fungsi-fungsi yang sangat berbeda dari fungsi-fungsi yang diciptakan oleh lembaga pendidikan “tradisional” seperti pesantren.

Madrasah merupakan hasil perkembangan pendidikan Poidsren modern yang secara historis, jauh sebelum penjajahan Belanda di Indonesia, saat ini lembaga pendidikan Islam Poidsren memfokuskan kegiatannya pada bidang pendidikan, anak didiknya mempelajari agama. Ketika pemerintah Belanda membutuhkan pekerja terampil untuk membantu  pemerintah kolonial Indonesia,  diperkenalkanlah jenis pendidikan  berorientasi kerja. Setelah Negara Republik Indonesia memproklamirkan kemerdekaan pada tahun 1945, kebutuhan akan tenaga terdidik dan berkualitas untuk menyelenggarakan penyelenggaraan pemerintahan sangatlah mendesak. Oleh karena itu, pemerintah memperluas model pendidikan Barat yang dikenal dengan sekolah negeri, sedangkan pelajar Muslim ingin memodernisasi lembaga pendidikannya dengan mendirikan sekolah.

Perbedaan utama antara madrasah dan Thoughtren menurut Furchan (2004:36) ada dalam sistem pendidikan. Madrasah menganut sistem pendidikan formal (dengan kurikulum nasional, pelajaran dan ujian terjadwal, bangku dan papan tulis seperti kebanyakan sekolah gaya Barat) sedangkan sekolah-sekolah tersebut menganut sistem non-formal (dengan kurikulum yang sangat terlokalisasi, kursus yang heterogen). , seringkali tidak ada tes untuk mengukur keberhasilan akademik siswa). Penambahan mata pelajaran umum pada madrasah tidak terjadi secara instan melainkan bertahap, namun pada awalnya kurikulum madrasah masih 100% mata pelajaran agama, namun mengadopsi sistem pendidikan modern seperti bangku, papan tulis, ulangan, ujian. Saat itu, lulusan madrasah tidak bisa melanjutkan studi ke sekolah tinggi negeri. Orang tua yang ingin mendidik anaknya di bidang agama dan ilmu pengetahuan umum wajib menyekolahkan anaknya di dua sekolah, yaitu sekolah negeri dan sekolah madrasah.

Sejak awal abad ke-20, gerakan reformasi Islam telah melembagakan reformasi pendidikan Islam untuk menjawab tantangan kolonialisme dan perluasan agama Kristen. Dua bentuk lembaga pendidikan Islam modern telah muncul:; pertama, sekolah negeri mengikuti model Belanda tetapi mengajarkan agama Islam; kedua, sekolah modern, menerapkan konten dan metode pendidikan Belanda modern sampai batas tertentu. Model terakhir inilah yang kemudian lebih dikenal sebagai salah satu model pendidikan Islam di Indonesia.

Dengan diundangkannya Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri (Menag, Mendikbud dan Mendagri) pada tahun 1975 ditetapkan bahwa lulusan madrasah dianggap setara dengan lulusan sekolah umumnya lulusan madrasah dapat melanjutkan pendidikannya di sekolah negeri yang lebih tinggi dan siswa madrasah dapat mendaftar di sekolah negeri yang setingkat. Di depan. Kompensasi dari kesetaraan ini adalah 70% kurikulum madrasah harus mencakup mata pelajaran umum. Padahal, berdasarkan Kurikulum Madrasah 1994, kurikulum madrasah harus mencakup 100% kurikulum sekolah. Oleh karena itu, madrasah tergolong sekolah negeri yang bercirikan Islam. Meskipun kurikulum 1994  diperbarui dengan fokus pada hasil pembelajaran, bukan pada proses pembelajaran, namun agar guru mempunyai hak untuk melakukan improvisasi terhadap kurikulum yang telah disiapkan, namun tetap menyesuaikan alokasi waktu belajar sesuai  kebutuhan, Mengidentifikasi metode, penilaian, dan sarana pembelajaran.

Dengan masuknya sekolah madrasah ke dalam sistem pendidikan nasional, maka gelar madrasah dapat mempunyai nilai yang setara dengan kualifikasi umum pada jenjang yang sama, lulusan madrasah dapat lebih banyak melanjutkan studi di sekolah negeri lanjutan dan siswa madrasah dapat masuk sekolah negeri pada jenjang yang sama. maka madrasah sebenarnya dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif pendidikan untuk memenuhi permasalahan dan kebutuhan masyarakat muslim di Indonesia.

 

B.     Madrasah dalam rangka pendidikan nasional

Citra madrasah tidak hanya terbatas pada penyajian tema-tema keagamaan yang sederhana. Dengan kata lain, ciri  tersebut bukan hanya sekedar ekspresi tema-tema keagamaan Islam  dalam lembaga madrasah, namun yang lebih penting adalah ekspresi nilai-nilai Islam dalam  kehidupan madrasah secara keseluruhan. Suasana organisasi madrasah yang menciptakan ciri-ciri tersebut meliputi unsur-unsur sebagai berikut:

(1)    Perwujudan nilai-nilai Islam dalam seluruh kehidupan organisasi madrasah;

(2)    Kehidupan beretika yang mutakhir, dan

(3)    Pengelolaan yang profesional, keterbukaan dan peran aktif dalam masyarakat(Akhwan, 2008).

Dengan suasana madrasah yang demikian, maka terbentuklah budaya madrasah yang menjadi identitas lembaga pendidikan madrasah. Otonomi lembaga pendidikan sekolah hanya dapat terpelihara apabila sekolah memelihara lembaga pendidikan masyarakatnya. Dari sini akan muncul program yang fleksibel dan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat demokratis Indonesia yang baru. Eksistensi sekolah sebagai subsistem pendidikan nasional perlu dipertahankan dan dikembangkan. Pendidikan madrasah dapat memberikan kontribusi yang signifikan jika dibarengi dengan metode yang modern dan Islami. Untuk itu diperlukan guru yang mampu mendidik dan mengajar dengan metode yang sesuai dengan tantangan usia siswa. Masuknya sekolah sebagai subsistem pendidikan nasional membawa berbagai konsekuensi, khususnya mulai berlakunya model standar supervisi yang diterapkan pada sekolah negeri. Manfaat positif  diperoleh melalui UU No. 2 Tahun 1989 tentang Pendidikan Nasional dan PP no. UU 28 Tahun 1990 menimbulkan berbagai kendala. Dualisme yang berkembang antara Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan masih terus berlanjut. Kacaunya pengelolaan pendidikan dasar  juga tercermin pada pengembangan madrasah yang berada di bawah pengawasan Kementerian Agama. Lebih dari 10 tahun  sejak diundangkannya UU No. 1. tanggal 2 Tahun 1989. Pengukuhan UU No. Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, Pasal 30 (2) menyatakan:

Pendidikan Fungsi agama adalah mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli dalam ilmu agama. Ternyata, hal ini tidak secara otomatis meningkatkan citra sekolah sebagai lembaga pendidikan alternatif, kecuali beberapa sekolah yang dibangun oleh masyarakat dengan kualitas yang sangat tinggi (Roberts, 2003).

Madrasah seringkali muncul dari kelas social. Kemiskinan memicu keinginan untuk membuat sekolah madrara menjadi mengerikan. Hal ini wajar karena mempunyai sisi positif, antara lain penyaluran dana pemerintah antara lain melalui INPRES SD, INPRES Wajib Belajar. Begitu pula dengan pengelolaan sekolah yang mendapat dukungan pemerintah dan dapat merekrut guru-guru yang diperbantukan oleh negara. Banyak perkembangan baru baik dalam sistem madrasah maupun institusi dibandingkan dengan sistem pendidikan nasional secara keseluruhan. Termasuk di sini, misalnya Pengalaman program khusus Madrasah Aliyah  MA-PK (Barus, 2017).

 

C.    Wacana Modern Madrasah  dalam Persaingan Global

Terselenggaranya sistem pendidikan nasional yang relevan dan bermutu merupakan faktor penentu keberhasilan bangsa Indonesia dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kebudayaan nasional. Karena itu, para pendiri Republik Indonesia menetapkan upaya mencerdaskan kehiduan bangsa sebagai salah satu fungsi penyelenggaraan pemerintah negara Indonesia dan mewajibkan pemerintah menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional (Patel & Goyena, 2019).

Dalam era globalisasi ini, system pendidikan nasional Indonesia dihadapkan pada sejumlah tantangan berat yang menuntut untuk dipecahkan. Persoalan-persolan tersebut antara lain: persoalan pemerataan, mutu pendidikan, relevansi dan efisiensi. Padahal secara yuridis, pemerintah menjamin pembiayaan lembaga  pendidikan melalui berbagai kebijakan, antara lain: pemberian BOS (Bantuan Operasional Sekolah), dana alokasi khusus untuk peningkatan mutu pendidikan, dana yang disusun melalui RAPBS, dan lain sebagainya. Dalam konteks ini, sebenarnya madrasah jauh memiliki peran yang lebih besar dibandingkan sekolah-sekolah negeri pada umumnya. Karena hampir sebagian peserta didik yang tidak tertampung di sekolah-sekolah, pada akhirnya memilih madrasah sebagai tempat belajar. Terlepas dari persoalan adanya dugaan dan kecurigaan sebagian pihak yang mengatakan bahwa proses pendidikan di madrasah tidak bermutu dan input pendidikannya rendah, namun kesediaan madrasah untuk menerima anggota masyarakat turut dalam proses pembelajaran merupakan poin penting dalam mewujudkan gerakan education for all.

Madrasah dalam rangka mempersiapkan peserta didik menghadapi perubahan zaman globalisasi memegang peranan yang sangat penting. Keberhasilan sekolah dalam mempersiapkan siswa menghadapi tantangan masa depan yang semakin kompleks akan menghasilkan lulusan yang memiliki keunggulan kompetitif dan menjadi pemimpin masyarakat, pemimpin dunia, pemimpin negara, yang juga akan menentukan arah pembangunan negara tersebut. Di era globalisasi dan persaingan perdagangan bebas, sekolah juga harus mempersiapkan siswanya untuk bersaing dengan apapun mereka masuk. Tujuannya agar lulusan sekolah negeri tidak terpinggirkan  dalam memperjuangkan tempat dan perannya dalam gerakan pembangunan bangsa. Madrasah hendaknya memanfaatkan peluang untuk melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi negeri dan meningkatkan kualitas ilmu-ilmu keras seperti matematika, fisika, dan biologi. Madrasah hendaknya mendorong peserta didiknya untuk mau bekerja di bidang ilmu ekonomi, teknik, dan ilmu eksakta murni, sehingga bidang-bidang tersebut tidak hanya dikuasai oleh lulusan non-madrasah yang belum tentu mempunyai mental keagamaan yang kuat.

Agar lulusan madrasah memiliki wawasan global, yang memandang bahwa seluruh muka bumi milik Allah ini adalah tempat mengabdi, maka madrasah pun harus memiliki wawasan global. Bagaimana mungkin madrasah yang tidak memiliki wawasan global dapat menghasilkan lulusan yang memiliki wawasan global? Madrasah harus mempersiapkan peserta didiknya dapat melanjutkan studi dan bekerja di luar negeri. Untuk itu, maka penguasaan keterampilan berbahasa asing (terutama Arab dan Inggris) menjadi amat penting, demikian pula pengenalan budaya dan bangsa asing. Walhasil, sosok yang diharapkan mampu menghadapi globalisasi memiliki berbagai kecerdasan di dalam dirinya, baik itu kecerdasan phisik, kecerdasan intelektual, kecerdasan sosial, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual. Dengan demikian, jelaslah bahwa manusia “cerdas, kreatif, dan beradab” adalah sosok yang sangat dibutuhkan pendididikan Islam, termasuk pendidikan madrasah untuk menghadapi globalisasi (Akhwan, 2008).

Dengan keterampilan lulusan yang merupakan kualifikasi Pendidikan tinggi yang mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan sesuai  standar nasional yang disepakati, maka madrasah pada umumnya merupakan pendidikan  masyarakat  yang mapan, mungkin karena berasal dari masyarakat dan karena masyarakat. dan memiliki pendekatan humanistik. dan nilai suci kesempurnaan, yaitu proses pendidikan yang lebih memperhatikan aspek potensi manusia sebagai makhluk sosial dan keagamaan, ‘Abdullah dan Khalifatullah, serta individu-individu oportunis Semoga Tuhan mengeluarkan potensi penuh Anda.

 

D.    Menyiapkan madrasah yang berkualitas, responsif dan adaptif

Dengan lingkungan kehidupan yang berubah dan berkembang sangat cepat, pendidikan dihadapkan kepada tantangan yang serius, seperti dalam ungkapan Houston (Supendi, 2016) bahwa “Education is challenging and education is challenged”. Pendidikan merupakan sebuah tantangan, karena  mendidik dengan cara yang benar agar siswa dapat belajar untuk belajar dalam lingkungan yang selalu berubah dan berkembang merupakan tantangan bagi para pendidik. Sementara itu, dunia pendidikan menghadapi tantangan untuk mampu mempersiapkan peserta didik dengan berbagai nilai, sikap, kemampuan dan keterampilan yang berguna untuk perannya di masa depan.

Menghadapi masalah ini, selamatkan penulis, madrasah dan pelaku kekerasan harus memperkuat identitas yang jelas. Madrasah, sebagai Lembaga pendidikan Islam yang setara dengan sekolah negeri, hendaknya menghindari kesan hanya mempersiapkan hasil untuk masuk ke perguruan tinggi negeri dengan hanya membuka sekolah sains dan masyarakat. Namun kurikulum madrasah juga diperkuat dengan mempersiapkan hasilnya untuk bersaing di perguruan tinggi Islam. Dalam hal ini program atau jurusan keagamaan Madrasah Aliyah (MAK) perlu dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan PTAI itu sendiri. Jika tidak, reformasi yang dilakukan PTAI tidak akan mencapai tujuan yang diinginkan dengan rendahnya kualitas masukan dan rendahnya tingkat keilmuan Islam.

Dengan misi berorientasi masa depan tersebut, memahami masa depan menjadi sebuah kebutuhan atau kewajiban bagi para pendidik untuk mampu mempersiapkan peserta didik dengan keterampilan yang berguna untuk menjalani kehidupan di masa depan. Jika pendidik tidak dapat memahami masa depan, kemungkinan besar  pengalaman belajar atau program yang diusulkan tidak akan memenuhi kebutuhan siswa, dan sebagainya. itu hanya akan memperburuk masalah sosial. Dalam konteks memahami masa depan, sungguh penting dan menarik untuk mencermati variasi (bentuk) sistem pendidikan di Indonesia.

Mutu pendidikan menurut (Kosim, 2021) harapan untuk keunggulan akademis dan mutu pendidikan sebagai lembaga pendidikan, dengan "social expectation", diukur tidak hanya berdasarkan kualitas hasil pendidikan secara keseluruhan (educational outcome) namun juga dalam kaitannya dengan konteks di mana kualitas tersebut ditetapkan dan persyaratan tambahan yang diperlukan untuk mencapainya. Misalnya, seorang lulusan Madrasah Aliyah tidak perlu mendapat pelatihan tambahan sebelum memberikan pelayanan di tempat kerjanya untuk mengambil alih dunia kerja, artinya ia adalah seorang mahasiswa pascasarjana yang kualitasnya lebih tinggi dibandingkan seseorang yang masih harus menjalani pra kerja. pelatihan  dengan persyaratan teknis yang sama. . Mutu pendidikan juga dapat diukur dari sejauh mana layanan pendidikan mampu memenuhi kebutuhan klien beserta tingkat pengorbanan yang diperlukan, seperti: biaya yang ditanggung masyarakat atau pemerintah, waktu penelitian dan biaya tidak langsung.

Hadirnya UU PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) patut kita syukuri karena dapat menjadi landasan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pendidikan dalam rangka pencapaian pendidikan bermutu Nasional melalui Badan Akreditasi Nasional Sekolah/ Madrasah. Mutu pendidikan dapat ditunjukkan melalui isi, proses, kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, manajemen, keuangan dan penilaian pendidikan. Untuk melaksanakan ketentuan hukum yang ada saat ini, harus dimulai dengan upaya membangun komitmen bersama dan berupaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia terkait.

 

E.     Madrasah yang berkualitas untuk memberikan pendidikan bagi semua

Dengan tercapainya pendidikan yang bermutu maka landasannya menjadi pemilik lembaga pendidikan madrasah harus menyediakan kebebasan bergerak yang lebih besar bagi mereka yang menjalani pendidikan, khusus madrasah menuju ke:

1.      Dimungkinkan untuk mengurutkan dan memberdayakan sumber daya yang ada untuk mewujudkannya. Dukungan penuh terhadap terlaksananya proses pembelajaran pendidikan yang maksimal, bahkan tuntas, dan pemeliharaan fasilitas yang tepat.

2.      Dapat berkomunikasi secara online secara teratur dengan pemilik fasilitas (fasilitas, guru, staf, orang tua) pelajar, masyarakat dan pemerintah). Lalu sekolah madrasah. Waktu yang dikelola dengan manajemen modern harus mendidik diselenggarakan dengan lebih efisien dan efektif.

Madrasah Elit, seperti Madrsah yang ada di wilayah Jakarta Barat. Madrasah ini awalnya kurang diminati dan dipandang oleh masyarakat. Seiringnya waktu berjalan perkembangnya bias bersaing dengan yang lain. Terdapat banyak pelatihan swasta untuk siswa pedagogi Guru mengajarkan agama. Kementerian Agama setempat memutuskan untuk menjadikannya  madrasah untuk menjadi lebih baik lagi. Sejak saat itu, madrasah yang ada di Jakarta Barat mengalami kemajuan. Dengan kerjasama dan dukungan yang baik  dari POMG (Alliance Orang tua siswa dan guru), madrasah ini kini dapat menyediakan kualitas pendidikan (Barus, 2017). Upaya pemberdayaan Madrasah dapat dicapai melalui kerjasama dengan pihak-pihak orang yang tertarik pada pendidikan madrasah misalnya perguruan tinggi lebih tinggi di wilayah tersebut dan di organisasi sosial lainnya. Kementerian Agama berupaya meningkatkan kualitas Pendidikan Madrasah, melalui Proyek Pengembangan Madrasah Aliya sangat membantu sebagai model madrasah masyarakat untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas namun murah, sehingga masyarakat luas mempunyai kesempatan untuk mengikutinya. Hal ini sejalan dengan gerakan global yang disebut Pendidikan bagi semua kalangan, khususnya pendidikan sudah menjadi kebutuhan pokok kehidupan manusia, dengan persepsi bahwa tingkat Pendidikan Yang lemah tidak bisa mengantarkan manusia pada kehidupan yang layak.

 

F.     Penutup

Dari pembahasan di atas, ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan. Pertama, lembaga pendidikan Islam yang telah berdiri sebelum  kemerdekaan Republik Indonesia menghadapi tantangan yang berat akibat kebutuhan masyarakat yang selalu berubah; tuntutan terhadap madrasah yang berkualitas semakin meningkat. Perubahan nilai-nilai yang diakibatkan oleh kebutuhan akan globalisasi telah memberikan peluang lebih besar bagi madrasah yang memadukan budaya umum dan ilmu agama untuk mempersiapkan generasi yang siap dan mampu menghadapi tantangan zamannya.

Kedua, dengan modal moral agama yang kuat, ilmu pengetahuan dan teknologi modern sebagai kebutuhan esensial kehidupan, maka sekolah sebagai pendidikan  masyarakat akan tetap menjadi pilihan orang tua. pendidikan. pendidikan, berpotensi mendorong penanaman dasar-dasar keunggulan kompetitif.

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Akhwan, M. (2008). Pengembangan Madrasah sebagai Pendidikan untuk Semua. El-Tarbawi, 1(1), 41–54. https://doi.org/10.20885/tarbawi.vol1.iss1.art4

Barus, M. I. (2017). Modernisasi Pendidikan Islam Menurut Azyumardi Azra. Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat, 2(1), 1–12. https://www.researchgate.net/publication/334304297_Modernisasi_Pendidikan_Islam_Menurut_Azyumardi_Azra

Kosim, M. (2021). Pendidikan islam nondikotomik (Issue January).

Patel, & Goyena, R. (2019). PENDIDIKAN ISLAM: ANTARA PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN DAN DORONGAN MEMENUHI KEBUTUHAN PASAR. Journal of Chemical Information and Modeling, 15(2), 9–25.

Roberts, A. (2003). UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL.

Supendi, P. (2016). Variasi (format) sistem pendidikan di Indonesia. Almufida, 1(1), 159–181. http://jurnal.dharmawangsa.ac.id/index.php/almufida/article/view/110

 

Komentar

Star